Melalui peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, harga besi beton atau harga keramik dan harga cat kayu atau harga borongan bangunan dan harga paku atau harga cat tembok dan harga pipa pvc paralon atau harga tangki air dan harga wiremesh atau harga kanopi ditetapkan tarif cukai pada likuid vape sebesar 57%. Implementasinya pun sudah berlaku sejak 1 Juli 2018. Namun, saat ini DJBC merelaksasi aturan tersebut sampai 1 Oktober 2018.
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Sunaryo mengatakan harga jual likuid vape paska 1 Oktober 2018 pun akan mahal karena setiap kemasan sudah mengenakan pita cukai.
"Karena konteksnya pengendalian berarti kenaikan, makanya kalau ada kenaikkan harga ya itu pengendalian," kata Sunaryo saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Jangan Kaget Kalau Cairan Vape Dijual Tanpa Pita Cukai
Usai 1 Oktober 2018, Sunaryo bilang likuid vape yang boleh diperdagangkan pun hanya dalam empat kemasan saja yaitu 15 mililiter (ml), 30 ml, 60 ml, dan 100 ml. "Jadi misalnya harga 30 ml Rp 100 ribu, berarti cukainya Rp 57 ribu atau 57%, kalau gampangnya harganya nanti saya kirim hitung saja 57%, itu bayar cukai, jadi iya (naik)," jelas dia.
Sunaryo mengungkapkan, kenaikan harga serta aturan yang melekat lainnya pun sudah disepakati para pelaku usaha di sektor ini. Sehingga, sepanjang waktu relaksasi masih diperbolehkan menjual likuid tanpa berpita cukai.
Para pelaku usaha cairan likuid dan asosiasi penikmat vape ini pun sepakat jika produk yang dijualnya tidak berpita cukai setelah lewat batas waktu relaksasi akan ditarik.
"Kami berdiskusi dengan mereka dan menerima," ujar dia.
Mengenai pengawasannya, Sunaryo menyebut akan dilakukan langsung oleh tim dari DJBC Kementerian Keuangan.
"Kami akan sampaikan regulasinya, kemudian teknis pengawasannya kami diskusikan, semangat kami ini sektor kreatif tentunya suruh baik-baik, kami bina, sehingga bisa menjalankan regulasi ini," tutup dia.